Sambangi Komisi II DPR RI, KAMASTA Adukan Ridwan Zakaria

Redaksijakarta.com-Jakarta| Keluarga Mahasiswa Sulawesi Tenggara Jakarta (KAMASTA) mengadukan Bupati Buton Utara (Butur), Ridwan Zakaria ke Komisi II DPR RI atas pembangkangan terhadap Undang-Undang No. 14 Tahun 2007 tentang Daerah Otonom Baru (DOB).

Presidium KAMASTA, Zaidin Ahkam mengatakan bahwa masalah pemindahan Ibukota secara sepihak oleh Bupati Buton Utara, Ridwan Zakaria dinilai merupakan pembangkangan yang sangat jelas terhadap Undang-Undang. Pasalnya pada awal pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2007 letak Ibukota Buton Utara terletak di Burangga kecamatan Bonegunu namun dengan intrik dan tipu muslihat terhadap negara Bupati Butur Ridwan Zakaria memindahkan letak Ibu Kota ke Kelurahaan Sarea kecamatan Kulisusu.

“Dengan dipindahkan di Kulisusu makan otomatis ibukota sesuai amanah Undang-Undang tidak difungsikan sebagai mana mestinya”, unjar Mahasiswa Pascasarja Jayabaya, Kamis, 16/09/2021.

Alumni Mahasiswa Hukum UHO ini melanjutkan bahwa Bahwa berdasarkan Pasal 72 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009 menyebutkan :”DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemeritah, badan hukum atau warga masyarakat untuk memberikan keteragan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan Negara”. Sehingga dengan hal tersebut kami ke Komisi II DPR RI untuk mengadukan Bupati Buton Utara, Ridwan Zakaria untuk diperiksa dan diminta pertanggungjawaban atas pemindahan Ibukota dan pembangkangan terhadap Undang-Undang.

Bacaan Lainnya

“Kami juga meminta Komisi II untuk merekomendasikan kepada Kementerian Dalam Negeri Untuk Menonaktifkan Ridwan Zakaria sebagai Bupati Buton Utara”, tegasnya.

Ais panggilan Akrab Presidium Kamasta mengatakan Pemindahaan Ibukota kabupaten Buton Utara dari Buranga ke Kulisusu pada tanggal 26 April 2008. Cenderung bermuatan politik dalah hal ini ingin memuaskan nafsu sekelompok orang termaksud Bupati Butur (Ridwan Zakaria).

Perlu diketahui bahwa beberapa upaya telah dilakukan Pemerintah Kabupeten Buton Utara untuk melegalkan pemindahaan Ibukota termaksud dengan melakukan langkah-langkah hukum termaksud menggungat atau menguji Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 tentang pembentukan kabupaten Buton Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Drs. H. Muh. Ridwan Zakaria selaku Bupati Buton Utara pada tanggal 26 oktober 2011 memberi kuasa kepada pengacaranya Hamdu Sahid, SH dan Muh. Kausain
Malik, BA.

Namun kongklusi serta penilaian fakta dan hukum serta berdasar Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahaan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226) serta Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, tambahaan lembaraan negara Republik Indonesia Nomor 5076). Maka Amar putusan Menyarakan “MENOLAK PERMOHONAN PEMOHON UNTUK SELURUHNYA”. (Putusan tersebut dapat dilihat pada Putusan Nomor 19/PUU-X/2012).

“Jadi Bupati Buton Utara sudah menempuh langkah hukum namun gugatannya tidak diamini oleh Mahkamah Konstitusi tapi anehnya dia tetap saja melakukan pembangkangan terhadap Undang-Undang tersebut”, ujarnya,

Ridwan Zakaria juga diketahui telah membuat surat pernyataan tertanggal 6 April 2013 guna merespon putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-X/2012. Ridwan Zakaria menyamakan bahwa apabila tidak memfungsikan pusat Penyelengaraan pemerintah daerah di Buranga kecamatan Bonegunu maka siap menerima sanksi sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.*Red

Pos terkait