PJ Ketua Umum PB HMI Romadhon JASN Nilai Surat Telegram Panglima TNI Tak Perlu Diperdebatkan

Jakarta – Baru beberapa hari dilantik sebagai Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa mengeluarkan Surat Telegram (ST) bernomor: ST/1221/2021 tertanggal 5 November 2021. Kandungan dari isi Telegram tersebut adalah meminta Aparat Penegak Hukum untuk tak sembarangan memeriksa anggota TNI.

Hadirnya Surat Telegram ini dianggap sebagian orang tidak senafas dengan penegakan Supremasi Hukum di Indonesia. Bahkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai terbitnya Surat Telegram tersebut hanya memberikan keistimewaan bagi aparat TNI agar kebal terhadap proses hukum.

Penyataan KontraS yang cenderung negatif menilai Surat Telegram tersebut justru dinilai lain oleh PJ Ketua PB HMI, Romadhon JASN. Menurutnya terbitnya Surat Telegram tersebut justru memberikan kepastian kepada Aparatur Penegak Hukum untuk melakukan proses hukum terhadap Oknum TNI yang diduga lakukan pelanggaran.

“Kita sudah mendengar dan mengkaji apa yang telah disampaikan oleh para pakar hukum terkait Surat Telegram ini. Tujuannya sangat sederhana, yakni untuk mengantisipasi terjadinya gesekan antara penegak hukum dengan prajurit TNI.” Tuturnya.(25/11/2021).

Bacaan Lainnya

Selain itu menurut Ramadhan JASN, hadirnya Surat Telegram tersebut justru memperkuat hubungan antara TNI dengan aparat penegak hukum.

“Surat Telegram ini bagian dari mekanisme prosedural yang justru memperkuat relasi antara TNI dengan Penegak Hukum. Ya bisa dibayangkan gimana kalau prajurit yang diduga bermasalah tiba-tiba dipanggil penegak hukum? Pastinya mereka harus tinggalkan tugasnya sebagai prajurit. Untuk itu koordinasi dengan pimpinan TNI sangat diperlukan agar tak ganggu kinerja TNI.” Tegasnya.

Masih menurut Romadhon, Surat Telegram yang dibuat Panglima TNI Andika Perkasa ini tak perlu dipersepsi sebagai upaya TNI untuk mengelak dari proses hukum.

“Coba dibaca kembali poin ke tiga dan keempat dari Surat Telegram tersebut. Poin ketiga kurang lebih bunyinya setiap anggota atau prajurit TNI yang diduga bermasalah, bisa dipanggil oleh penegak hukum, namun prosesnya harus dikawal atau didampingi oleh perwira hukum atau satuan. Dan poin keempat, proses pemeriksaan bisa dilakukan di kantor aparatur penegak hukum dan tetap didampingi oleh perwira. Artinya tak ada upaya dari TNI untuk mengelak dari panggilan Hukum.” Pungkas Romadhon JASN.

Pos terkait