Gonggongan Menteri Agama bercorak Agama, dimabuk kuasa tak sadar mencoreng agama

Jakarta – Kementerian Agama sebagai lembaga negara yang menaungi semua agama dan/atau aliran kepercayaan tentunya berlandaskan nilai-nilai yang agung, mengurusi semua umat yang beragama dan berkeyakinan.

Jabatan setingkat Menteri yang diberi mandat oleh Kepala Negara pun atas dukungan suara-suara ummat. Menteri Agama sudah dipastikan dari golongan kaum cendikiawan, berpendidikan tinggi, moderat, bajik dalam perbuatan dan bijak dalam bertutur. Namun sayangnya nilai-nilai kearifan itu pudar dan buram tak nampak oleh mata hati dan akal sehat.

Bahwa statement  yang dikeluarkan oleh Mas Yaqut Cholil Qoumas Selaku Menteri Agama tidak lagi pada posisinya sebagai seorang menteri yang mencerminkan kelayakan memangku jabatan publik.

Sangat tidak elok nan bijak, jauh dari kepatutan apabila bung Yaqut Cholil Qoumas membandingkan atau menyejajarkan panggilan beribadah dengan gonggongan anjing yang dapat mengganggu ummat beragama lainnya.  Logika berpikir seperti adalah intelektual kuldesak (meminjam istilah  kang Jalal) sebuah kesalahan berpikir yang akut, sebab gonggongan anjing adalah suara binatang yang mengekspresikan emosinya, sedangkan adzan sebuah kalimat suci pengingat dan pemanggil dalam menjalankan kewajiban bagi umat islam.  

Bacaan Lainnya

“Gonggongan Menteri Agama bercorak Agama, dimabuk kuasa tak sadar mencoreng agama”

Sebagai Publik Figur yang menjadi representasi negara, harusnya memberi ibrah yang baik dengan mengeluarkan statement yang tidak memunculkan kegaduhan dan tidak nyeleneh,  Analogi Suara Adzan dengan gonggongan anjing adalah analogi yang tidak equal dan sangat jauh dari kepantasan.

Bahwa seharusnya rezim saat ini dapat menilai  dengan adanya kegaduhan seperti ini memperlihatkan seorang Menteri yang gagal paham dalam menjalankan fungsinya sebagai decision maker atau mandatory rakyat yang diamanatkan oleh undang-undang sebagai pembantu Presiden.

Statement tersebut secara etik sangat tidak pantas diucapkan bahkan menjadi konsumsi publik, apalagi ini berkaitan dengan hal-hal spiritual, transendental, samawiah bahkan idiologic.

Jika rezim saat ini masih abai dan lamban  merespon reaksi masyarakat muslim yang mayoritas, dikhawatirkan berpotensi muncul kegaduhan-kegaduhan baru yang sangat  tidak produktif. Ataukah memang ini yang diinginkan Rezim saat ini.? 

Ryanto Jaddar, SH Selaku Fungsionaris Bidang Hukum dan Ham DPP KNPI dibawah Kepungurusan Mustahuddin

Pos terkait