Aktivis Milineal: Jakarta Menuju Kota Sehat

Redaksijakarta.com – Indonesia peringkat pertama sebagai negara paling malas jalan kaki sedunia. Itulah tagline berita utama di media-media nasional belakangan ini. Dengan jumlah penduduk sebanyak 273,5 juta Orang hal tersebut mencerminkan segala aktivitas keseharian perpindahan manusia/barang menggunakan transportasi baik umum maupun pribadi.

Untuk menggerakan transportasi membutuhkan energi sebagai bahan bakar, sehingga semakin masyarakat malas jalan kaki maka tinggat kebutuhan energi meningkat sehingga emisi gas karbon akan terus meningkat. Terlebih di Ibu Kota DKI Jakarta sebagai Provinsi dengan jumlah populasi lebih dari 10,56 juta orang.

“Kalimat pertama dalam benak milenial mengingat Jakarta adalah “panas” dan “macet”. Hal tersebut wajar saja karena DKI Jakarta menjadi Provinsi dengan kedatangan masyarakat dari Bekasi, Depok, Bogor dan Tanggerang setiap harinya karena aktivitas bekerja yang menggunakan transportasi dalam perjalananya.

“Oleh karena itu hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi Provinsi DKI Jakarta dalam menentukan konsep transportasi dan aksesibilitas yang digunakan dalam hal penggunaan energi. Sehingga hal tersebut akan membuat kota ramah lingungan serta layak huni dengan efektif dan efisien”, ungkap Umam yang merupakan Aktivis Milineal Jakarta kepada wartawan, Senin(18/07/2022).

Bacaan Lainnya

Provinsi DKI Jakarta sebagai Prototipe dalam hal pembangunan di Indonesia seharusya dapat memberikan contoh yang lebih baik dalam pembangunan serta penuraian transportasi dalam keseharianya. Dengan ditopang oleh APBD terbesar Se-Indonesia pada tahun 2021 yaitu lebih dari 82 Triliun seharusnya dapat menjadi percontohan dalam pembangunan berkelanjutan dalam hal penggunaan energi. Dengan jumlah kemacetan dan kendaraan yang tinggi sehingga menyebabkan polusi udara yang tidak baik. Ini telah diteliti IQAir didalam situs nya bahwa kualitas udara dikategorikan ‘tidak sehat’. Situs IQAir menyatakan konsetrasi polutan PM 2,5 di Jakarta mencapai 63,4µg/m³. Jumlah tersebut 12 kali lipat di atas ambang panduan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization).

“Sehingga kedepannya butuh perhatian untuk terkait polusi ini saya pun memberikan masukan butuh adanya kerja sama antara Pemprov dan Dirlantas polda metro jaya dengan membuat aturan baru dengan pengurangan kendaraan yang berkendara di saat hari kerja (Senin-Jumat) sehingga mendorong masyarakat juga untuk menggunakan moda transportasi umum sebagai salah satu alternative dalam mengurangi polusi udara tersebut selain aturan penggunaan mobil ganjil genap dikarenakan hal tersebut malah membuat masyarakat membeli mobil dua sehingga membuat jumlah kendaraan meningkat.” Sambung Umam.

Sangat disayangkan belum adanya kebijakan serta upaya yang dilakukan secara massif oleh Provinsi DKI Jakarta dalam penggunaan EBT (Energi Baru Terbarukan) baik dalam infrstruktur maupun sosialisasi terhadap masyarakat. Mengacu pada Rencana Aksi Daerah (RAD) SDGs Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022, dalam rangka mencapai tujuan mewujudkan energi bersih dan terjangkau pada tahun 2030, ditetapkan 2 target yang diukur melalui 3 indikator yang relevan dengan DKI Jakarta. Target tersebut terdiri dari (1) pada tahun 2030, menjamin akses universal layanan energi yang terjangkau, andal dan modern, (2) pada tahun 2030, meningkat secara substansial pangsa energi terbarukan dalam bauran energi global. Namun demikian, tantangan pada aspek elektrifikasi ini masih sedikit ditemui pada wilayah di Kepulauan Seribu dimana pada beberapa Pulau yang belum teraliri listrik PLN masih memanfaatkan sumber listrik dengan mesin genset berbahan baku solar.

Demi menerapkan energi baru dan terbarukan (EBT) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengajak semua warga untuk berperan dalam pemanfaatan teknologi energi bersih ini. Dalam mengembangkan Jakarta Smart City, pemerintah provinsi DKI Jakarta berfokus untuk mengembangkan ekosistem kolaborasi. Pemerintah DKI Jakarta berperan sebagai collaborator dan dibutuhkan juga dukungan dari para warga DKI Jakarta sebagai co-creator.

Teknologi smart energy bertujuan untuk menurunkan emisi karbon. Saat ini, beberapa upaya efisiensi energi melalui implementasi bangunan hijau (green building), penggunaan material konstruksi rendah emisi karbon, serta pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan yaitu matahari di setiap bangunan, baik itu perumahan, bangunan komersil, pusat perbelanjaan, hingga gedung perkantoran.

“Oleh sebab itu dengan memperhatikan Enegri Batubara/Fosil yanga ada semakin menipis dan infrastruktur yang masih belum memadai, maka saya beranggarapan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu membuat kebijakan yang efektif dan efisien baik itu PERGUB/KEPGUB melihat keadaan saat ini dengan mewajibkan pembangunan gedung baik itu pemerintah, swasta harus dapat memanfaatkan panel surya demi meningkatkan bauran energi terbarukan. Selain itu perlu adanya pedoman ideal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi dalam Bauaran Energi Terbarukan sehingga dapat menjadi panduan bagi Gedung-Gedung pencakar langit swasta di Jakarta.” Tegas umam.(red)

Pos terkait