M. Chozin Amirullah Ajak Kader PII Jakarta Adaptasi Menghadapi Perubahan

Redaksi Jakarta – Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Jakarta beserta Pengurus Daerah PII zona satu Jakarta menyelenggarakan Pekan Training Raya pada tanggal 27 Desember 2022 hingga 02 Januari 2023.

Training yang berlangsung 7 hari itu bertempat di Wisma Wanita Islam (Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur).

Pekan Training Raya ini terdiri dari dua jenis training diantaranya Leadership Basic Training (LBT) dan Leadership Intermediate Training (LIT). Adapun jumlah peserta yang mengikuti LBT berjumlah 18 orang dan LIT berjumlah 8 orang.

M. Chozin Amirullah dalam kesempatannya, hadir mengisi training LIT dengan membawakan materi “Sosiologi dan Perubahan Sosial”.

Bacaan Lainnya

Pada pemaparanya, Chozin menegaskan bahwa hadirnya perubahan besar datang dari kesadaran individu pada ‘perubahan’ itu sendiri. Sehingga tataran terkecil dari peluang perubahan merupakan taraf individu, lebih lanjut dalam tataran yang lebih besar agen perubahan sosial adalah lembaga. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa perubahan sosial memiliki dua metode dalam sejarahnya yaitu dengan mengorganisir dengan struktur dan tanpa struktur.

“perubahan sosial tanpa struktur bisa kita jumpai dalam sejarah islam yang merubah tatanan sosial pada masanya” ungkap Chozin.

Chozin juga memberikan contoh perubahan sosial tanpa struktur pada konteks sekarang, bahwa hadirnya era globalisasi membawa dunia maya saat ini bisa menimbulkan perubahan sosial tanpa struktur dengan mengorganisisr banyak hal dalam waktu yang singkat.

Pada perubahan terstruktur Chozin mencontohkan PII sebagai lembaga konkrit yang memiliki visi perubahan. PII sebagai organisasi struktur memiliki kemampuan merubah sosial secara struktural pula. Namun, dalam menjalankan perubahan, lembaga selalu berhenti pada “tradisi” yaitu musuh dari perkembangan zaman.

Tradisi dalam organisasi lebih sering menghambat penyesuaian organisasi pada zaman ketimbang membantu berkembang. Dengan demikian, PII sebagai lembaga mengalami hal yang disebutkan chozin yaitu hambatan dalam menjalankan perubahan sosial yaitu ‘tradisi’ itu.

lebih lanjut Chozin menjelaskan bahwa organisasi (PII) akan berhenti pada ‘tradisi’ ketika dunia mengalami perubahan jaman. “jika hal ini terus terjadi, maka perubahan sosial yang diinginkan, hanya sebuah angan”.

Kesadaran akan anailisis tersebut cozin menyebutkan bahwa PII harus memiliki keberanian membuat terobosan atau dobrakan baru diawali dengan melawan tradisi dan mulai melakukan penyesuaian sistem dengan zaman.

Di sisi lain, kehadiran kader PII dewasa ini yang jauh dari masyarakat sebagai akibat dari minimnya implementasi kader yang hanya berfokus pada ide dan gagasan, merupakan hambatan lain dari PII bergerak untuk perubahan sosial.

Pada pemaparannya, beliau menyampaikan bahwa PII sebagai entitas sosial kader-kadernya harus dekat dengan masyarakat untuk melakukan terobosan-terobosan kebaikan kecil namun memiliki nilai manfaat yang besar, yang diimplementasikan secara langsung bukan hanya tersimpan dan terhenti di dalam ide maupun angan-angan belaka. “Kader PII harus turun tangan, bukan urun angan” ungkapnya.

M. Izzuddin Robbani biasa disapa Muiz (Ketua Umum Pengurus Wilayah PII Jakarta) yang memoderatori jalannya materi pun menanggapi dengan memberikan justifikasi bahwa hari ini PII sudah seharusnya berani membenahi konsep gerakannya khususnya dalam bidang pengkaderan, juga mengukuhkan peranan strategisnya di tengah-tengah masyarakat pelajar yang sangat bergantung pada perubahan algoritma digital yang cepat dan mempengaruhi kecenderungan minatnya. (Red)

Pos terkait