Forum Mahasiswa Hukum: Ada Kepentingan Terselubung Penolakan KUHP dan Perppu Ciptaker Oleh PBHI

Tangkap layar diskusi online Forum Mahasiswa Hukum Indonesia dengan tema "Penolakan KUHP Baru Dan Perpu Cipta Kerja Oleh PBHI Sarat Kepentingan Politik".

Redaksi Jakarta – Pro-kontra pengesahan KUHP dan baru-baru ini juga telah diterbitkan Perpu tentang Cipta Kerja seakan terus menjadi perbincangan menarik bagi kalangan mahasiswa.

Kelompok kontra seperti yang disuarakan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Dan HAM Indonesia (PBHI) dinilai tendensius dan subjektif.

Dari kedua konteks pembahasan tersebut mendapat sorotan tajam dari Forum Mahasiswa Hukum Indonesia dengan menggelar Diskusi Online yang mengangkat tema “Penolakan KUHP Baru Dan Perpu Cipta Kerja Oleh PBHI Sarat Kepentingan Politik”.(27/01).

Hasil kajian Forum Mahasiswa Hukum Indonesia bahwa ada sejumlah hal-hal baru yang tidak pernah diatur sebelumnya dalam KUHP warisan era kolonial yang masih berlaku. Bahkan hal-hal yang baru tersebut nampak bisa menjadi jaminan bahwa pasal-pasal yang dianggap ‘mimpi buruk’ bagi mereka yang kontra hanya akan bekerja dalam rangka memenuhi rasa keadilan di masyarakat.

Bacaan Lainnya

Hal-hal baru yang ada dalam hasil revisi dan pengesahan KUHP diantaranya memuat tujuan pemidanaan, memuat pedoman pemidanaan dan memuat pedoman menjatuhkan hukuman pidana. Pada intinya hal-hal yang terkandung dalam KUHP baru adalah nilai-nilai dalam hukum adat di Indonesia. Seperti yang dipaparkan dalam teori sosiologi hukum tentang bekerjanya hukum di masyarakat, penekannanya adalah lebih kepada kesadaran masyarakat terkait suatu produk hukum.

“Justru, KUHP lama atau KUHP era kolonialisme tidak menitikberatkan terhadap suatu kesadaran masyarakat terhadap hukum tapi lebih kepada punishment atau hukuman, dan itu tidak menjadikan 100 % masyarakat sadar hukum atau efek jera pasca melakukan kejahatan, bahkan setelahnya melakukan tindak pidana kembali sehingga nebis in idem. Tegas Khoiruddin Ilham selaku narasumber.

Lanjutnya, mungkin terhadap kejahatan khusus dan tertentu seperti mejahatan Narkoba, Teroris dan kejahatan lain yang mengancam keberlangsungan kehidupan bermasyarakat, baru demikian titik tekannya selain kesadaran juga hukuman (punishment) yang maksimal. Paparnya.

Melihat sebelumnya bahwa tidak sedikit para pelaku tindak pidana baik pidana ringan maupun berat, setelah selesai menjalani masa hukuman melakukan tindak pidana kembali, jadi harus adanya suatu perubahan dalam penanganannya, yakni tinggalkan KUHP produk era kolonialisme belanda dan segera terapkan KUHP hasil pemikiran tokoh bangsa yang baru-baru ini disahkan oleh DPR RI.

“Adapun PBHI bagian dari kelompok yang kontra terhadap KUHP yang baru, silahkan saja karena kita harus hormati hak demokrasi, namun jika kritik dan penolakan tidak dilakukan kajian terlebih dahulu maka akan timbul kesesatan berfikir dan menjerumuskan masyarakat kedalam jebakan kolonialisme.”, tegas Khoiruddin Ilham.

Kemudian disisi lain, Aldo Maulana selaku narasumber menambahkan bahwa disamping PBHI melakukan penolakan KUHP yang baru disahkan DPR RI seperti yang telah disampaikan oleh narasumber sebelumnya, kelompok ini juga melakukan penolakan terhadap Perpu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022.

“Sebenarnya apa yang menjadi kekawatiran kelompok PBHI ini begitu kentalnya melakukan penolakan terhadap setiap produk hukum yang dilahirkan oleh pemerintah saat ini. Perpu Cipta Kerja bertujuan sangat baik dan positif bagi industri perekonomian, baik bagi pelaku UMKM maupun pelaku ekonomi Nasional, misalnya dengan Perpu Ciptaker ini ada perbaikan peringkat pada kategori yang menunjukkan adanya respon pemerintah pada kebutuhan dunia usaha dan kemudahan memulai usaha diharapkan dapat meningkatkan kewirausahaan dan perkembangan UMKM.

Perizinan berusaha diselenggarakan dengan berbasis risiko pasca berlakunya Perpu Cipta Kerja.”, papar Aldo Maulana.

Menurutnya penerbitan Perpu Ciptaker juga merupakan alasan subjektif Presiden yang telah sesuai dengan konteks Indonesia sebagai Negara hukum.

Terakhir Forum Mahasiswa Hukum Indonesia menilai PBHI melakukan berbagai penolakan produk hukum baik penolakan terhadap KUHP baru atau penolakan terhadap Perpu Cipta Kerja lebih mengarah kepada subjektivitas dan rasa tendensius serta sentimen semata terhadap pemerintah, dan tidak pernah menilainya berdasarkan beberapa landasan, baik filosofis, sosiologis maupun yuridis.

Patut diduga PBHI dan kelompok kontra lainnya melakukan penolakan terhadap KUHP baru dan Perpu Cipta Kerja karena ada kepentingan tertentu yang sarat dengan politik dan tidak mengedepankan kajian-kajian berdasarkan perspektif hukum dan sosial secara mendalam.

“Pada intinya disaat ada celah maka disitulah PBHI melakukan penolakan dan bahkan sampai unjuk rasa serta memprovokasi masyarakat sehingga menjadi korban atas kesesatan dan kemunduran berfikir kelompok PBHI ini.”, tutupnya.(red)

Pos terkait