DPP SII: Penyaluran Dana CSR Harus Dilakukan Oleh Perusahaan Sawit

Anggota Departemen Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Kelautan Syarikat Islam Indonesia (SII) M. Haris Zulkarnain.

Redaksi Jakarta – Perusahaan adalah tempat di mana terjadinya kegiatan produksi barang dan jasa, di dalam perusahaan terdapat tenaga kerja, modal, logistik, sumber daya alam yang dikelola, manajemen, dan lainnya.

Keberadaan perusahaan dapat membuka lapangan pekerjaan dan turut berkontribusi untuk pembangunan ekonomi dan industrialisasi suatu negara.

Umumnya, perusahaan bergerak di berbagai bidang seperti halnya komoditas yang dapat diperdagangkan. Komoditas kelapa sawit memiliki peran yang cukup strategis, kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang mengalami pertumbuhan produksi yang cukup pesat dibandingkan dengan tanaman lainnya di Indonesia.

Berdasarkan Data Statistik Perkebunan Indonesia tentang Kelapa Sawit dari Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015, produksi kelapa sawit Indonesia sebesar 21,958 juta ton pada tahun 2010 dan menjadi 31,284 juta ton pada tahun 2015.

Bacaan Lainnya

Sementara produksi komoditas tanaman lainnya seperti karet hanya mencapai 3,1 juta ton, kelapa 2,96 juta ton, tebu 2,63 juta ton, dan kopi 664,5 ribu ton. Untuk itulah perusahaan perkebunan sawit berdiri diberbagai wilayah Indonesia karena peran dan nilai ekonomis kelapa sawit yang strategis di pasaran.

Berdasarkan Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perusahaan perkebunan sawit di Indonesia tahun 2020 sebanyak 2.511 perusahaan yang tersebar di 26 provinsi. Dari data tersebut, 163 perusahaan merupakan perkebunan besar milik negara dan 2.348 perusahaan merupakan perkebunan milik swasta.

Terdapat ada 7 provinsi yang memiliki perusahaan sawit terbanyak yaitu: (1) Provinsi Riau dengan 363 perusahaan; (2) Provinsi Kalimantan Timur dengan 332 perusahaan; (3) Provinsi Kalimantan Barat dengan 331 perusahaan; (4) Provinsi Sumatera Utara dengan 324 perusahaan; (5) Provinsi Kalimantan Tengah dengan 232 perusahaan; (6) Provinsi Jambi dengan 177 perusahaan; dan (7) Provinsi Sumatera Selatan dengan 143 perusahaan.

Dalam perusahaan terdapat kebijakan Corporate Social Responsibility(CSR) yaitu suatu tindakan yang diambil pelaku bisnis sebagai tanggung jawab kepada lingkungan sosial dan dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah krisis terhadap imageperusahaan.

Kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia sendiri sudah diatur dalam beberapa regulasi yaitu: (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya di Pasal 74 ayat 1 sampai ayat 4; (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal khususnya di Pasal 15 huruf b; dan (3) Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor PER-05/MBU/04/2021 Tentang Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha Milik Negara.  

Anggota Departemen Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Kelautan Syarikat Islam Indonesia (SII) M. Haris Zulkarnain mengatakan bahwa di dalam perusahaan memiliki kewajiban untuk memperhatikan konsekuensi lingkungan disekitarnya yang diwujudkan dalam program CSR. CSR merupakan bentuk komitmen perusahaan di dunia bisnis terhadap sustainable developmentlewat aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan pada perusahaan tersebut berada. Ujarnya.(29/03).

CSR perusahaan perlu menitikberatkan pada 3 (tiga) aspek yaitu: Profit, People, dan Planet.Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan hidup dan kelangsungan keragaman hayati dapat berupa program produktif seperti penghijauan, pembangunan sumber daya manusia, penyediaan air bersih (sanitasi), perbaikan pemukiman, pendidikan, pelatihan UMKM, pengembangan pariwisata (ekoturisme) dan lainnya.

Untuk itu, perusahaan perlu menyalurkan dana CSR sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang responsif sesuai peraturan perundang-undangan. Perusahaan yang beroperasi jangan hanya memikirkan laba perusahaan saja, CSR bukan beban bagi perusahaan, tetapi CSR harus diletakkan sebagai wujud dari prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance/GCG, dengan memperhatikan sarana prasarana yang ada disekitar, CSR tersebut juga jangan malah ditutup-tutupi atau malah dipergunakan untuk operasional tambahan perusahaan.

Perusahaan sawit yang beroperasi di tiap provinsi dan asosiasi pengusaha sawit harus menjadi mitra pembangunan bagi pemerintah. Untuk itu aturan terkait CSR ini perlu dievaluasi kembali, dan berharap perhatian pemerintah pusat dengan memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan yang tidak menyalurkan CSR, karena CSR bermanfaat sekali untuk kepentingan lingkungan sosial masyarakat. Tutupnya.(*)

Pos terkait