Situs Judi Online Terus Mengalami Peningkatan

Foto Istimewah

Redaksi Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI) telah memblokir 566.332 konten judi online sejak 2018 hingga Agustus 2022. Rinciannya, pada tahun 2018 sebanyak 84.484 konten judi online diblokir, dan sebanyak 78.306 konten pada 2019.

Jumlah konten judi online yang diblokir meningkat menjadi 80.305 konten pada tahun 2020. Kemudian, pada 2021 jumlah konten yang diblokir meningkat drastis menjadi 204.917 konten. Sementara pada 2022, Kominfo telah memblokir sebanyak 118.320 konten hingga Agustus.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel A Pangerapan mengatakan, pemblokiran situs judi online itu berdasarkan hasil temuan patroli siber, laporan masyarakat dan instansi pemerintah. “Patroli siber tersebut didukung oleh sistem pengawas situs internet negatif atau AIS yang dioperasikan selama 24 jam,” ujar Semuel dalam keterangan pers, Senin (22/8/2022).

Kendati demikian pihaknya mengaku memiliki kendala dan tantangan yang dihadapi oleh Kominfo dalam memblokir situs judi online, antara lain:

Bacaan Lainnya

pertama, situs judi online diproduksi ulang dengan nama domain yang mirip atau menggunakan IP Address.

Kedua, Penawaran judi online melalui pesan personal sehingga tidak dapat diawasi oleh Kominfo.

Terakhir, penegakan hukum terkait kegiatan perjudian diatur secara berbeda di tiap negara, sehingga menimbulkan isu yurisdiksi penindakan hukum penyelenggara judi online yang berada di luar Indonesia.

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menemukan 25 kasus judi online dengan omset mencapai triliunan rupiah. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangannya mengatakan, tidak kurang dari 25 kasus judi online telah disampaikan kepada aparat penegak hukum oleh PPATK sejak 2019 hingga 2022 ini.

Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menanggapi, aliran dana judi online yang nilainya mencapai triliunan rupiah dimana dananya mengalir ke luar negeri akan merugikan Indonesia, termasuk bagi masyarakat secara langsung.

“Jika benar temuan tersebut maka Bangsa Indonesia sangat dirugikan sekali. Karena uang yang mengalir ke Luar Negeri tersebut adalah uang masyarakat Indonesia yang menjadi korban judi online tersebut”, ungkap Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima Warta Ekonomi Selasa (23/08/22).

Rasa ketertarikan, penasaran, terlebih adanya suatu pandangan keuntungan yang mungkin didapatkan menjadi penyebab minat judi online terus bertambah.

Selain itu, faktor ekonomi membuat banyak masyarakat menggunakan teknologi internet sebagai jalan untuk melakukan dalam aktivitas judi online.

Pemberantasan judi online memang tak mudah, karena operator situs website terlarang itu berada d luar negeri. Selain itu, maraknya judi sulit diatasi juga begitu kompleks, mulai dari sisi masyarakat yang menjadikan judi sebagai sarana pelarian ketika masyarakat dihadapkan kondisi perekonomian yang sulit.

“Saya ingat betul, uang Rp10 juta yang saya dapat dari hasil jual gerobak angkringan lengkap dengan kursi, terpal, dan karpet ludes cuma seminggu karena saya pakai main di judi slot. Saya kira dengan uang segitu saya bisa menang besar, serta menebus ulang semua modal usaha. Ternyata, saya justru amblas lebih dalam,” cerita pecandu judi online, Deni Goler, seperti dikutip dari Vice, Jumat (14/4/2023).

“Saya mengerti cara kerja bandar menyedot uang penjudi. Ternyata tidak serepot itu karena sudah ada algoritma yang menganalisis riwayat main setiap pelanggan. Sistem lah yang mengatur pemain baru harus dikasih banyak menang, sebaliknya, pelanggan yang sudah kecanduan bebas untuk dikuras,” imbuh Deni.

Sally Gainsbury, peneliti asal Universitas Lintas Selatan (Southern Cross University) Australia mengatakan, praktik perjudian tak hanya mengancam pada individu, namun juga berimplikasi terhadap keterkaitan eksternal individu, seperti pekerjaan, relasi sosial, dan komunitas.

“Perjudian menyebabkan konsekuensi yang merugikan bagi penjudi, seperti kesehatan dan gangguan psikologis, kehancuran keluarga, gangguan pekerjaan, kebangkrutan, atau kejahatan” tulis Gainsbury dalam penelitiannya yang berjudul ‘Consumer attitudes towards Internet gambling: Perceptions of responsible gambling policies, consumer protection, and regulation of online gambling sites’ yang dikutip dari sciencedirect.com.

Pos terkait