Polres Bogor Ungkap Sindikat Pengirim Pekerja Migran Indonesia Nonprosedural

Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Iman Imanuddin saat mengungkap kasus TPPO pekerja migran Indonesia non-prosedural di Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/6/2023).

Redaksi Jakarta – Kepolisian Resor Bogor mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang atau TPPO sindikat pengirim pekerja migran Indonesia non-prosedural. Terungkapnya kasus ini berawal dari informasi korban yang berhasil kabur dari rumah kontrakan tempat mereka disekap.

Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Iman Imanuddin mengatakan, pihaknya menangkap empat tersangka TPPO dengan modus penyaluran pekerja migran Indonesia (PMI) non-prosedural. Mereka adalah LS (49), RA (32), AK (37), dan S (63).

”TPPO terungkap oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor bersama Kepolisian Sektor Rancabungur berawal laporan dari dua korban yang telah disekap di sebuah rumah di Rancabungur,” kata Iman di Bogor, Kamis (15/6/2023).

Informasi tersebut, kata Iman, menjadi awal penyelidikan hingga mengindentifikasi keberadaan pelaku TPPO. Polisi menangkap pelaku pertama, S, di Rancabungur, Rabu (7/6/2023). Dalam penyelidikan lanjutan, polisi menangkap RA pada Kamis (8/6/2023), di wilayah Ciamis. Pada Selasa (13/6/2023), polisi menangkap dua pelaku lainnya, yaitu LS dan AK di Medan, Sumatera Utara.

Bacaan Lainnya

”Hingga saat ini kami masih mengejar enam pelaku lainnya. Dari pengungkapan ini, kami menyelamatkan lima korban yang akan berangkat ke Malaysia secara ilegal,” ujar Iman.

Dari hasil pemeriksaan kepada satu korban perempuan asal Kota Tangerang, Banten, yang tergiur menjadi pekerja migran Indonesia, ia dijemput pelaku dan langsung dibawa ke rumah kontrakan di Rancabungur, Bogor. Di kontrakan itu dijaga oleh satu orang.

Semakin hari, perempuan itu merasa curiga dengan aktivitas di rumah kontrakan karena mereka tidak bebas berkeliaran. Karena semakin tak betah, ia mengajak teman lainnya untuk melarikan diri dengan cara berpura-pura sakit lalu meminta penjaga rumah pergi membelikan obat.

Saat penjaga itu pergi, dua korban berhasil kabur dan bertemu dengan warga kampung setempat. Mereka kemudian meminta tolong untuk dibawa ke kantor polisi.

Iman melanjutkan, para pelaku merekrut atau menjerat korban melalui grup di media sosial Facebook dengan iming-iming gaji besar Rp 5 juta-Rp 10 juta, kemudahan pembuatan paspor, dan tanpa visa kerja. Korban yang berasal dari sekitar Bogor, Tangerang, dan Cianjur, itu diminta untuk membayar sekitar Rp 5 juta hingga Rp 21 juta, tetapi ada pula yang gratis.

Para perekrut ini bisa mendapatkan keuntungan sekitar Rp 5 juta dari satu orang pekerja migran Indonesia non-prosedural yang dikirim ke Malaysia atau negara lainnya. Sindikat ini sudah memberangkatkan 61 pekerja migran Indonesia non-prosedural. Dari 61 pekerja migran Indonesia ilegal itu, 39 di antaranya masih di luar negeri.

Pos terkait