Tempat-tempat Bersejarah Simbol Kota Jakarta

Museum Fatahilla atau dikenal dengan Kota Tua, Jakarta (Foto: istimewa).

Redaksi Jakarta – Meskipun banyak tempat bersejarah di Jakarta, tetapi hanya beberapa yang memang menjadi ciri khas kota Jakarta. Berikut ini sejumlah tempat yang menjadi saksi bisu beridirinya Jakarta dirangkum berbagai sumber, diantaranya.

1. Sarinah

Di tepi jalan raya Jalan MH Thamrin, pusat perbelanjaan Sarinah berdiri dengan tinggi mencapai 74 meter. Gedung tersebut menjadi saksi bisu berbagai peristiwa yang pernah terjadi di kawasan pusat Jakarta sejak 1960-an.

Nama Sarinah diambil dari nama pengasuh yang bekerja secara cuma-cuma bagi keluarga Soekarno dan bertanggung jawab dalam mengasuh Soekarno sejak kecil. Nama Sarinah jugalah yang dipilh sebagai nama pusat perbelanjaan pertama yang ia dirikan di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Pada era 90-an, Sarinah sempat menjadi kawasan hits bagi anak-anak muda Jakarta, tidak seperti sekarang. Jakarta di masa itu belum dibanjiri oleh pusat perbelanjaan, dan Sarinah menjadi salah satu lokasi hiburan yang dianggap populer.

2. Museum Bahari

Museum Bahari merupakan bagian dari bangunan yang pada zaman Belanda yang  digunakan untuk menyimpan hasil bumi. Seperti rempah-rempah yang merupakan komoditi utama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

Bangunan ini terdiri dari dua sisi, sisi barat disebut Gudang Barat (Westzijdsch pakhueizen). Yang lokasinya berada di Jalan Pasar Ikan, berdiri di samping muara Sungai Ciliwung.

Sedangkan sisi lainnya yakni Gudang Timur (Oosjzijdsch Pakhuizen) yang berada di Jalan Tongkol. Gudang barat terdiri dari empat unit bangunan, tiga di antaranya yang sekarang digunakan sebagai Museum Bahari.

Usia museum ini sudah lebih dari 3,5 abad. Dibangun secara bertahap mulai tahun 1652 hingga 1771. Tembok yang mengelilingi Museum ini merupakan pembatas Kota Batavia pada zaman Belanda.

Setelah kemerdekaan, bangunan ini dipakai oleh PLN dan PTT sebagai gudang, selanjutnya dipugar kembali pada tahun 1976. Pada tahun 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari.

3. Museum Fatahillah

Museum tersebut awalnya adalah sebuah Gedung Stadhuis (Balai Kota) untuk Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) di Jakarta, yang saat itu bernama Batavia. Bangunan tersebut didirikan 1620 dan memiliki banyak fungsi dari urusan hukum hingga pajak.

Penaklukan Jayakarta adalah tonggak baru bagi kekuasaan Belanda di tanah Betawi. Kota itu kemudian berganti nama jadi Batavia pada 1619.

Dan saat itu dipimpin oleh Gubernur Jenderal VOC yang pernah menjabat dua kali (1619-1623 dan 1627-1629) Jan Pieterszoon Coen. Ia membangun segala macam fasilitas untuk menciptakan permukiman layak di wilayah yang dipimpinnya tersebut.

Jan Pieterszoon Coen kemudian mendirikan sebuah balai kota di tepi timur Kali Besar pada 1620. Pembangunan tersbeut bertujuan untuk menunjang pemerintahan VOC di Batavia.

Pada masa kemerdekaan, Museum Oud Batavia berubah nama menjadi Museum Djakarta Lama di bawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia). Lambat laun berganti nama menjadi Museum Sejarah Jakarta yang diresmikan pada 30 Maret 1974 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.

4. Monumen Nasional (Monas)

Monas merupakan tempat bersejarah yang bukan hanya jadi simbol Jakarta, tapi juga Indonesia. Salah satu spot yang mencuri perhatian yaitu bagian puncak yang dibaluti emas murni yang berbentuk lidah api yang sedang menyala.

Ide pembangunan Monas berasal dari Presiden Soekarno, yang menetapkan bahwa monumen ini harus mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Serta juga melambangkan api yang berkobar, bersifat dinamis, dan memberikan kesan bergerak.

Monumen ini berbentuk tugu dengan representasi api abadi pada puncaknya. Desain monas dirancang oleh arsitek terkemuka saat itu, yaitu Soedarsono. Penyelesaian tugu Monas dituntaskan pada 12 Juli 1976.

5. Masjid Al-Alam Marunda (Masjid si Piting)

Masjid Al-Alam Marunda juga dikenal dengan Masjid Si Pitung. Masjid ini  merupakan salah satu cagar budaya Betawi, yabg berlokasi di pinggir pantai Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.

Saat ini masjid ini dikelilingi makam-makam serta perumahan penduduk. Dalam sejarah, pada abad ke 17, Pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Bahurekso menyerang Benteng Batavia.

Dalam penyerangan ini, tentara mataram mundur hingga Marunda dan mengatur siasat di Masjid Al-Alam ini. Bahkan, Masjid Al-Alam juga dinyatakan sebagai cagar budaya sejak tahun 1975.

Pos terkait