Pakar Hukum Nilai Ada Masalah Serius soal Penunjukan Pj Bupati Mimika

Dr Fahri Bachmid Pakar hukum tata negara dan konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.(foto/ist).

Redaksi Jakarta – Pakar hukum tata negara dan konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Dr Fahri Bachmid menilai ada persoalan serius dalam pelantikan Penjabat (Pj) Bupati Mimika, Valentinus Sudarjanto Sumito, menggantikan Johannes Rettob.

Fahri Bachmid menilai masalah itu membutuhkan penanganan segera dan tuntas dari aspek hukum administrasi maupun secara konstitusional.

Fahri Bachmid berpandangan persoalan ini bermula ketika pada 1 Maret 2023 Kejaksaan Tinggi Papua mengajukan dakwaan ke Pengadilan Negeri (PN) Jayapura. Dalam proses ini Johanes Rettob tidak dilakukan penahanan.

“Dengan demikian Johanes tetap menjalankan pemerintahannya sebagaimana mestinya,” kata Fahri Bachmid kepada wartawan, Senin (26/6/2023).

Bacaan Lainnya

Pada 27 April 2023, PN Jayapura mementahkan dakwaan jaksa. Tidak lama berselang, jaksa kembali mendakwa Johanes pada 9 Mei 2023. Dalam proses tersebut, Kejati Papua mengajukan surat kepada Pj Gubernur Papua Tengah Nomor B-844/R.1/Ft.1/05/2023, perihal ‘permohonan pemberhentian sementara’ terhadap Johanes Rettob dengan mendasarkan pada asumsi subjektif Kajati.

“Saya berpendapat problem mendasar pertama telah muncul dengan akrobat penegakan hukum yang dipertontonkan oleh Kejati yang kemudian berujung pada korespondensi dengan bersurat ke Gubernur untuk dilakukan pemberhentian, ini adalah sebuah tindakan yang tidak prosudural ‘prosudural’s inappropriate action’,” ungkap Fahri Bachmid.

Fahri Bachmid memandang berdasarkan ketentuan, bahwa yang berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam negeri adalah Gubernur.

“Nukan melalui instrumen surat Kajati. Dengan demikian maka terdapat aspek prosudur yang bermasalah terkait dengan Keputusan Mendagri tersebut,” ucap Fahri Bachmid.

Fahri Bachmid menilai, persoalan serius lainnya yang terjadi adalah Johanes Rettob tidak mendapatkan Keputusan Mendagri tersebut secara resmi.

“Hal tersebut sangat elementer, sebab berkaitan dengan kedudukan subjek hukum yang tentunya mempunyai hak konstitusional untuk menilai apakah produk kebijakan Mendagri tersebut mengandung unsur kesewenang-wenangan atau tidak, agar yang bersangkutan dapat mengunakan haknya untuk ‘challenge’ ke pengadilan,” ungkap Fahri Bachmid.

Sebab, kata Fahri Bachmid, hal ini sejalan dengan prinsip hukum administrasi. Yaitu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 61 dan Pasal 62 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam pasal itu ditegaskan bahwa Keputusan segera disampaikan kepada yang bersangkutan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditetapkan.

“Artinya SK Mendagri No. 100.2.1.3-1245 Tahun 2023 yang ditetapkan pada tanggal 29 Mei 2023, maka secara hukum paling lama tanggal 7 Juni 2023 telah disampaikan dan diterima oleh Wakil Bupati Mimika dan Plt Bupati Mimika Johanes Rettob. Hal ini menjadi sangat krusial sebab Johanes Rettob menduduki dua pranata jabatan secara bersamaan,” beber Fahri Bachmid.

Fahri Bachmid menyatakan dalam diktum Keputusan Mendagri No. 100.2.1.3-1245 Tahun 2023 secara eksplisit hanya memberhentikan sementara yang bersangkutan dalam posisinya sebagai Wakil Bupati Mimika sampai proses hukum yang yang sedang dijalaninya selesai. Sementara terhadap kedudukannya sebagai Plt Bupati Mimika, belum dicabut dan/atau belum dinyatakan tidak berlaku oleh Keputusan Mendagri.

“Hal ini tentunya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam urusan pemerintahan di Kabupaten Mimika. ‘Reasoning’-nya adalah bagaimana dengan perbuatan-perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh Pelaksana Tugas Bupati Mimika selama beberapa waktu yang lalu itu? Sehingga secara doktriner hukum administrasi negara, idealnya produk Keputusan Mendagri harus jelas mengatur soal keadaan hukum yang secara khusus mengatur transisi seperti itu agar kepastian hukum tetap terjaga, apalagi satu keputusan yang dibuat, namun tidak menjangkau pranata jabatan Pelaksana Tugas Bupati Mimika,” terang Fahri Bachmid.

Fahri Bachmid kisruh ini potensial akan disengketakan di pengadilan. Baik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun soal konstitusionalitas norma Pasal 83 ayat (1) UU 23/2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saya memandang memang terdapat problem hukum yang cukup mendasar, baik dari aspek hukum administrasi pemerintahan maupun problem konstitusionalitas,” tutup Fahri Bachmid.

Pos terkait