Memaknai ‘IDUL ADHA dengan Berbagi Rezeki

Oleh: Rozi, Dosen Agama Islam UBB

Redaksi Jakarta – Rasanya belum lama kita melaksanakan ibadah puasa dan Hari Raya Fitri. Saat ini tibalah masanya kita berjumpa dengan bulan Haji atau bulan Dzulhijjah. Tepatnya di mana 10 Dzulhijjah 1444 H, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan rukun Islam yang ke-5 yaitu naik haji ke Baitullah bagi mereka yang mampu.

Bersama kita ketahui bahwa tahun 2023 ini perayaan ‘idul adha (hari raya kurban) tampak berbeda dari biasanya. Demikian itu ditandai adanya perbedaan hari dalam merayakannya. Ada yang sudah merayakannya di hari Rabu tanggal 28 Juni 2023, dan ada pula yang melaksanakannya di hari Kamis tanggal 29 Juni 2023. Tentunya ini sangat menarik. Meskipun demikian, kita sebagai umat beriman harus selalu menjaga hubungan ini dan menyikapinya dengan bijak. Jangan sampai hanya gara-gara perbedaan pendapat ini membutakan mata hati kita, sehingga konflik. Perbedaan adalah rahmat (baca: kasih sayang).

Sejatinya, hari raya kurban ini adalah hari raya yang sangat istimewa. Kita umat Islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk mengerjakan sholat dan berkurban. Sebagaimana termaktub dalam surah Al-Kautsar ayat 1 – 3 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepadamu (Muhammad SAW) nikmat yang banyak. Maka dirikanlah sholat semata-mata karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu, merekalah yang terputus”.

Bacaan Lainnya

Dari ayat tersebut, agaknya Allah SWT ingin mengingatkan kepada kita bahwa DIA sudah memberikan kenikmatan-kenikmatan yang begitu banyak kepada kita, sehingga kita takkan pernah mampu menghitungnya. Oleh karenanya, kita sepatutnya banyak bersyukur dengan mengingatnya dengan cara menyembah hanya kepada-Nya. Dengan kata lain, membangun hubungan kepada-Nya (hablun min Allah) dan kita diperintahkan untuk menyembelih hewan dan membagikannya kepada saudara kita sebagai tanda bahwa kita selalu dianjurkan untuk selalu menjaga hubungan kepada sesama manusia (hablun minan Naas). Tidak hanya itu, untuk melakukan itu memang penuh pengorbanan. Tak ayal juga banyak yang tidak suka dengan apa yang kita korbankan. Akan tetapi, ingatlah! Kita harus bisa mengontrol diri agar tidak emosi. Biarkan saja orang-orang tidak menyukai kita, karena sebaik-baiknya hari pembalasan hanyalah dalam ketetapan-NYA.

Berbicara tentang berbagi rezeki, maka kita harus pahami bahwa disaat kita sudah memiliki kemampuan membeli hewan kurban, hendaknya kita membelikannya untuk disembelih di hari raya kurban. Kemudian dagingnya didistribusikan kepada orang-orang yang berada di sekitar kita. Namun, pertanyaannya adalah siapa mereka yang berhak menerima jatah daging kurban? Baiklah di sini saya akan sedikit mendiskusikan tentang hal itu.

Perlu dipahami bahwa jika seseorang telah mampu membeli hewan kurban, maka hendaknya ia membelinya dan berkurban. Ini adalah anjuran Nabi Muhammad SAW, bahkan beliau pernah menegaskan dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Huraira ra., bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Barangsiapa yang sudah memiliki kemampuan (baca: kaya), kemudian ia enggan untuk menyisihkan hartanya untuk berkurban. Maka janganlah ikut sholat hari raya bersama kami” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dan disyahkan oleh Al-Hakim). Demikianlah hadis yang saya nukil dari kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam.

Hadis tersebut agaknya memberi peringatan bagi siapa pun yang sudah memiliki kemampuan untuk membeli hewan kurban, namun dirinya enggan melakukannya, maka tidak diperkenankan untuk melaksanakan sholat bersama Nabi. Namun terlepas dari itu semua, hadis ini menganjurkan bagi mereka yang mampu untuk sadar bahwa di sekelilingnya masih banyak yang membutuhkan uluran tangan sebagai wujud cinta kasih yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada manusia.

Hewan yang sudah disembelih hendaknya dibagikan kepada mereka yang tergolong masyarakat miskin, pengangguran, dan tidak apa pula dihadiahkan kepada mereka yang kaya spertiganya sebagaimana pendapat Abu Hamid (imam Al-Ghozali). Akan tetapi, imam Ghozali tidak menapikan bahwa jika 2/3-nya diperuntukkan bagi masyarakat miskin itu lebih utama. Imam Ghozali juga berpendapat bahwa yang berkurban juga boleh makan dari daging kurbannya sebanyak 1/3-nya. Menariknya pendapat imam Ghozali yang membolehkan memberikan 1/3-nya kepada orang-orang kaya, berbeda dengan pandangan imam Haromain. Imam Haromain lantas melarang 1/3-nya diberikan kepada orang-orang kaya sebagai hadiah yang harus dimiliki.

Dari pendapat di atas, penulis agak condong menyetujui pendapat Imam Ghozali yang membolehkan 1/3-nya diberikan kepada orang-orang kaya sebagai hadiah sebagai tanda memaknai hari raya Kurban sebagai hari berbagi rezeki dan kebahagiaan. Akan tetapi, penulis lantas tidak menapikan bahwa jika di sekitar kita masih banyak ditemukan orang-orang yang benar-benar membutuhkan daging kurban, demikian itu musti diprioritaskan.

Semoga tulisan sederhana ini dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca, serta perayaan Hari Raya Kurban 1444 H yang bertepatan di tahun 2023 ini dapat memberikan keberkahan kepada kita semua. Aamiiin***

Pos terkait