Ketika Salah Dibenarkan dan Benar Disalahkan

Oleh : Sutan nasution

DENGAN beraninya kita berbicara tentang benar atau salah, saya benar, kamu yang salah. Memang berat mengakui kesalahan masing-masing ego kita mengatakan bahwa kita benar.

Kita tahu kitalah yang salah, tapi siapa yang mau disalahkan. kita pun kemudian terus menerus membela diri dengan dalih ini dalih itu, agar tidak disalahkan. Kalau ketahuan salah, waduh bisa ribet urusannya, mesti tanggung jawab ini itu.

Misalnya “Maling” sudah tahu salah, tapi tetap dilakukan. Disuruh mengaku maling pun tentu mengelak, segala alasan tak masuk akal diucapkan. Padahal sudah jelas barang bukti di tangan, seperti drama di sinetron sinetron kemudian mengaku, saya dijebak. “Bukan saya yang melakukannya” bisa saja yang tertuduh maling itu memang dijebak. Akan tetapi, kalau ternyata memang benar dia malingnya sehingga kepercayaan pun sudah tidak bisa diandalkan.

Bacaan Lainnya

Bagaimana dengan menjadi diantaranya tidak membenarkan tidak juga menyalahkan. Apatis kah? “entahlah”. Maka mengakui kesalahan untuk sesuatu yang kita anggap benar pun tentu jauh lebih susah. “orang saya bukan maling kok disuruh mengaku maling?”.

Kalau tidak tahu apakah seharusnya yang dibenarkan memang hal benar dan yang disalahkan memang hal salah, lalu harus bagaimana? Diam saja? mungkin tidak juga!. cari tahu? boleh saja. kalau sudah tahu salah, mengapa dibenarkan? itu keterlaluan! Bagaimana jika dua-duanya yang salah? Kenapa harus mati-matian membela, katakan saja salah kepada keduanya dan katakan benar jika memang benar.

Apakah anda pernah merasakan dalam posisi benar tapi disalahkan atau melihat orang lain dalam posisi salah tapi dibenarkan.

Ini adalah fenomena yang sering terjadi di jaman sekarang atau mungkin malah sudah dari jaman dulu. Walaupun kita benar dan jujur tapi posisi kita sebagai orang kecil, anak buah, bawahan alias wong cilik akan tetap yang dominan disalahkan.

Memang sakit dirasakan jika yang mau menegakkan kebenaran tapi malah dimusuhi bahkan dibully habis-habisan, misal bukan oleh pemimpinnya sendiri. Tapi oleh para orang-orang penjilat atau orang cari muka asal bapak senang!

Dan ternyata uang itu sesuatu yang paling berkuasa di dunia ini misalnya walau kita bukan pemimpin kita cuma anak buah tapi kita punya uang banyak, dengan uang itu kita bisa dengan mudah menjatuhkan seorang pemimpin yang baik.

Dengan cara beli buzzer-buzzer media masa, blow up besar-besaran, isu-isu miring tentang pemimpin itu, blow up masalah-masalah yang bukan tentang kinerjanya, masalah pribadinya, maka hancurlah pemimpin itu.

Belum lagi masalah hukum, tanggapan masyarakat, bahwa “hukum itu tajam kebawah tumpul keatas”!, sehingga masyarakat beranggapan. Apakah perspektif hukum di negara kita ini berlandaskan Pancasila dalam menegakkan keadilan?

Misalnya ada seseorang bersalah tapi bisa bebas atau ringan hukumannya Kenapa bisa? Ya bisa, Karena ada uang!, kita bisa pakai jasa pengacara terhebat, ya harus hebat juga uangnya ternyata “uang lagi kan?” yang bisa membenarkan yang salah dan yang bisa menyalahkan yang benar. Kendati demikian, tidak semuanya harus dengan uang yang bisa membenarkan yang salah dan yang bisa menyalahkan yang benar serta menjatuhkan seseorang.

Pos terkait