Halal Food: Pentingnya Menjaga Kehigenisan Makanan

Rozi, Dosen Prodi Ekonomi FE UBB

Redaksi Jakarta – Berbicara persoalan makanan halal, tentunya bagi kalangan umat Muslim merupakan suatu pembahasan yang sangat penting. Mengingat ada ketentuan syariat yang mengatur mereka dalam memilah-memilih makanan yang dianjurkan/dibolehkan (baca:halal) sesuai syariat dan ada yang tidak dianjurkan (non-halal). Namun lebih dari itu menurut hemat penulis, perkara halal ini bukan hanya sekadar labeling semata yang dikeluarkan oleh MUI atau Kementerian Agama. Lebih dari itu, setiap orang pun harus sadar tentang kebolehan suatu makanan untuk dikonsumsi. Apatah itu bagi pelaku usaha ataupun bagi konsumen sebagai pembeli.

Sebenarnya, tulisan ini berangkat dari kisah keteledoran penulis beberapa waktu yang lalu. Penulis membelikan makanan sebagai bekal untuk anak sekolah di salah satu warung makanan. Tampak dari luar makanan itu masih terlihat segar. Penulis tanpa berpikir panjang langsung membelinya. Setelah waktu sarapan tibalah di mana anak-anak membuka bekalnya masing-masing. Namun mirisnya, makanan yang saya beli di salah satu warung makan tadi ternyata sudah disusupi banyak belatung di dalamnya. Besar kemungkinan bahwa makanan tersebut adalah sisa yang tidak terjual sebelumnya, sehingga dipanaskan dan dijual kembali. Saya pun mendapat kabar dari gurunya bahwa bekal anak saya sudah tidak layak dikonsumsi. Kejadian seperti ini sejujurnya bukan kali pertama yang saya alami. Berangkat dari kejadian itu, saya pun berpikir bahwa diperlukannya tulisan ini untuk berbagi kisah agar kita selalu mawas diri. Sehingga penulis pun mengangkat tema “Halal Food: Pentingnya Menjaga Kehigenisan Makanan”.

Dalam agama Islam, perkara halal ini sangat diperhatikan. Bahkan dalam Al-Qur’an tepatnya Q.S. Al-Baqarah ayat 168, yang artinya: “Hai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh nyata bagimu”.

Mengenai ayat tersebut, M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya Al-Misbah mengungkapkan bahwa sejatinya seruan kehalalan pada ayat tersebut tertuju pada seluruh manusia, baik dia beriman maupun tidak. Meskipun demikian, tidak semua makanan yang dianggap halal itu baik. Ada yang halal dan baik untuk seseorang yang memiliki kondisi kesehatan tertentu. Selain itu juga ada makanan yang kurang baik untuknya, walaupun baik untuk yang lainnya. Oleh sebab itu, sebaiknya makanan yang hendak dijual-belikan tidak hanya sebatas memperhatikan kehalalannya saja namun juga penting diperhatikan kebaikannya (kehigenisannya) agar tidak menciderai dirinya dan orang lain.

Bacaan Lainnya

Berangkat dari hal tersebut, harapan penulis nanti bahwa adanya uji kelayakan dari lembaga-lembaga untuk memantau atau terjun langsung ke lapangan untuk mengkroscek tempat-tempat penjual makanan dan mengujilayakkan barang yang dijual kepada masyarakat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Karena ini bukan hanya sekadar perkara halal dan non-halalnya suatu barang yang dikonsumsi, namun kebaikan atau kehigenisan suatu makanan patut juga diperhatikan dan diperhitungkan demi kemaslahatan bersama. Semoga tulisan sederhana ini dapat memberikan manfaat, setidaknya membangun diri kita agar tetap sadar ke-halalan dan kehigenisan suatu makanan yang akan dikonsumsi.***

 

Oleh: Rozi, Dosen Prodi Ekonomi FE UBB

Pos terkait