Yusfitriadi: Deklarasi Anies-Cak Imin, Bagian Skenario Menuju Dua Paslon

Pengamat Politik, Yusftriadi.

REDAKSIJAKARTA.COM – Pengamat Politik, Yusfitriadi mengatakan, dijadikannya Cak Imin atau Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon presidennya Anies Baswedan, tentu mengagetkan dan menghebohkan jagat politik tanah air.

Menurut dia, dengan waktu yang sangat singkat dan terkesan mendadak, meninggalkan Demokrat begitu saja, sehingga muncul narasi “penghianatan”, di tengah ketersinggungan Cak Imin dengan perubahan nama koalisi KKIR menjadi KIM, yang disinyalir gegaranya Golkar dan PAN masuk koalisi.

“Minimal fenomena itulah yang terlihat jelas dipermukaan dinamika politik, karena kita tidak mengetahui sebenarnya kondisi seperti apa yang sedang terjadi baik di dalam masing-masing koalisi, maupun di internal partai politik masing-masing,” katanya kepada Rmoljabar, Sabtu (2/9/2023).

Namun dari rentetan peristiwa politik tersebut, Ia menganalisa ada keterkaitan dengan skenario menjadikan dua pasangan calon yang akan mengikuti kontestasi pada Pilpres 2024 mendatang. Indikasi yang mengarah adanya skenario dua pasangan calon dalam fenomena Anies-Cak Imin itu minimal bisa dilihat dari 5 hal.

Bacaan Lainnya

Pertama, kata Yus, adanya poros politik yang menghindari dua pasangan calon. Secara tidak langsung PDIP yang menghendaki kontestasi Pilpres 2024 mendatang diikuti hanya 2 pasangan calon. Tentu saja PDIP bukan tanpa dasar, dimana dua kali kontestasi 2014 dan 2019. Pasangan calon pada Pilpres 2014 adalah Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta. Begitupun di Pilpres 2019, hanya diikuti 2 pasangan calon yaitu, Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga.

“Tidak hanya pemgalaman itu, namun dalam konteks saat ini hampir semua lembaga survei menempatkan Ganjar dalam posisi yang tidak aman ketika lebih dari dua pasangan calon,” terangnya.

Kedua, diawali pertemuan Surya Paloh dan Jokowi. Pertemuan Jokowi dan Surya paloh terjadi pada tanggal 31 Agustus 2023. Tanggal 1 September 2023 sudah beredar luas di jagat maya bahwa PKB menerima tawaran Nasdem dan Anies, untuk menjadikan Cak Imin sebagai calon presiden dan koalisi perubahan dan persatuan, tanpa dikomunikasikan terlebih dahulu kepada partai koalisi yang lain, PKS dan Demokrat.

“Padahal sebelum Surya Paloh bertemu jokowi tidak ada isu menyatukan Anies dengan Cak Imin, yang ada setelah Golkar dan PAN bergabung dengan Prabowo, cak Imin lebih banyak menemui Ganjar Pranowo. Sama sekali wacana menyatukan Anies dan Cak Imin tidak terdengar,” lanjutnya.

Ketiga, kasus “Kardus” Cak Imin. Salah seorang pejabat di kemenaker sudah dijadikan tersangka oleh KPK atas kasus yang terjadi tahun 2012. Sangat mungkin ini merupakan upaya “mengganggu” Cak imin, yang pada periode 2009-2014 Cak Imin merupakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sehingga bukan tidak mungkin bidikan dalam pada kasus korupsi di kemenaker tersebut salah satu tahapan untuk “menembak” cak imin.

“Yang sangat populer waktu itu dengan kasus kardusnya. Adapun kasus yang menimpa kader nasdem sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka di kasus BTS,” kata Yus.

Keempat, wacana pasangan Ganjar-Anies. Akhir-akhir ini, berhembus wacana Ganjar untuk disandingkan dengan Anies pada kontestasi pilpres 2024 mendatang. Dengan rentetan peristiwa, wacana tersebut bukan sesuatu yang mustahil terjadi untuk sebuah memenangkan kekuasaan, karena di politik cuma kepentingan yang abadi.

“Hari ini kita menyaksikan partai NasDem melalui Surya Paloh dan Anies sebagai capresnya dengan sangat mudah merubah tatanan di koalisi perubahan yang sudah berjalan kurang lebih satu tahun. Apakah ada yang bisa jamin pasangan Anies dan cak imin  walaupun sudah dideklarasikan tidak berubah lagi. Apalagi ketika melihat sosok Anies yang sangat konsisten dengan berbagai “perubahan” dalam rekam jejak politiknya,” ujarnya.

Kelima, kegamangan PKS. Kalau melihat pemberitaan diberbagai media, terlihat sekali perbedaan pandangan di internal PKS terhadap deklarasinya Anies – Cak Imin. Bahkan ketidakhadiran PKS dalam deklarasi tersebut merupakan sebuah kegamangan, apakah masih terus bergabung dengan nasdem dan PKB atau keluar dari koalisi itu.

“Saya yakin saat ini suasana kebatinan diinternal PKS penuh dengan kegamangan dan sedang mempertimbangan tawaran dari koalisi yang lain. Walaupun argumentasi ketidakhadiran dalam deklarasi anies-cak imin, adalah prosedur organisasi yang harus ditempuh,” ungkap dia.

Padahal seberapa lama menempuh musyawarah dengan majelis syuro. Karena PKB pun melaksanakan mekanisme tersebut dan bisa sangat cepat. Dirinya melihat argumentasi tersebut hanyalah upaya untuk menutupi kegamangan. Setelah Demokrat dipastikan bergabung dengan koalisi yang lain dan keluar dari koalisinya Nasdem-PKB. Jika PKS mengikuti jejak Demokrat, walaupun Nasdem dan PKB cukup untuk mengusung capres dan cawapres, apakah masih berani dengan 2 partai tersebut.

“Saya meragukan akan mempunyai keberanian. Sehingga saat ini, tinggal menunggu PKS, kalau PKS masih bergabung dengan NasDem dan PKB, kemungkinan besar akan terus berlanjut koalisi tersebut sampai daftar di KPU. Namun ketika PKS mengikuti jejak Demokrat, hengkang dari NasDem dan PKB serta bergabung dengan koalisi yang lain, maka skenario untuk memaksakan Pilpres 2024 diikuti oleh dua pasangan calon berhasil,” katanya.

“Bagaimana nasib anies jika koalisi Nasdem dan PKB Bubar, bisa jadi “diuang”, karena Anies bukan kader partai manapun dan elektabilitas saat inipun sedang tidak baik-baik saja. Akan berbeda dengan Cak Imin, pasti kondisi ini jika terjadi akan dijadikan positioning politiknya,” tutupnya

 

Pos terkait