Persoalan PPDB 2023, KPAI Jasra Putra Beri Rekomendasi Untuk Pemerintah Pusat dan Daerah

Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.

REDAKSIJAKARTA.COM – Berbagai persoalan yang selalu muncul dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) masih muncul dalam PPDB tahun 2023. Hal itu pun berpotensi menjadi penyebab anak putus sekolah atau tercerabutnya hak pendidikan anak.

Komisi Pendidikan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pengawasan PPDB tahun 2023, sejak bulan Juni 2023 sampai Agustus 2023, dengan metode pengawasan langsung dan tidak langsung kepada 8 Provinsi.

Pengawasan langsung dilakukan pada 2 provinsi, yaitu Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Obyek pengawasannya menjangkau 746 Satuan Pendidikan, 4 Dinas Pendidikan, 4 Kantor Wilayah Kementerian Agama, 782 Satuan Pendidikan, serta 468 orang tua atau masyarakat.

Menurut Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, pengawasan itu menunjukkan permasalahan yang ada di lapangan terkait PPDB dengan sistem zonasi yang sudah berlaku sejak 2017. Ada 8 poin yang dicatat sebagai persoalan dalam pelaksanaan PPDB 2023. Pengawasan itu pun menghasilkan rekomendasi untuk diperbaiki pada pelaksanaan PPDB berikutnya.

Bacaan Lainnya

“Berdasarkan data dan informasi kesimpulan hasil pengawasan pelaksanaan PPDB 2023, KPAI merekomendasikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk perbaikan pelaksanaan PPDB pada tahun berikutnya,” kata Jasra, Rabu, (01/11/2023).

Hasil pengawasan dan rekomendasi itu sendiri sudah disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Ekspose Hasil Pengawasan Pemenuhan Hak Anak KPAI tahun 2023 pada Selasa, 31 Oktober 2023. Rakornas itu membahas salah satunya pemenuhan hak pendidikan yang menyoroti hasil pengawasan pelaksanaan PPDB.

Jasra menuturkan, KPAI mencatat 8 poin persoalan. Pertama, kurang meratanya kualitas satuan pendidikan dari aspek layanan, mutu, dan sarana prasarana. Hal itu mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap layanan pendidikan ‘bermutu’, ‘unggul’, dan ‘gratis’.

Ke-2, pemahaman masyarakat terkait regulasi atau petunjuk teknis PPDB yang masih rendah, mulai dari teknis pendaftaran online hingga pada pilihan jalur pendaftaran dan umur. Ke-3, penetapan zonasi SD tanpa batasan umur tertinggi, sehingga dapat menghambat hak pendidikan warga terdekat sekolah dengan umur lebih muda.

Catatan ke-4 adalah perpindahan domisili melalui Kartu Keluarga calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua. Hal itu berpotensi mengambil hak pendidikan anak terdekat dengan sekolah. Ke-5, masih ada pemalsuan dokumen kependudukan, agar bisa masuk pada sekolah yang dinilai favorit dan unggul.

“Ke enam, masih terjadi pungutan liar, jual beli bangku, siswa titipan, akibat dari setelah pelaksanaan PPDB Online ada penambahan jumlah siswa pada setiap rombongan belajar (rombel), bahkan penambahan rombel baru di luar sistem PPDB online,” tutur Jasra.

Catatan ke-7, kekurangan daya tampung peserta didik baru pada sekolah negeri, sementara pada kondisi lain orang tua tidak memilih satuan pendidikan swasta di sekitarnya. Ke-8, PPDB bersama antara sekolah negeri dan swasta baru sebatas promosi bersama, belum sampai pada memfasilitasi pilihan pada sekolah swasta bagi siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri.

Rekomendasi KPAI untuk pemerintah pusat

Jasra mengatakan, KPAI memberikan 8 rekomendasi ke pemerintah pusat. Rekomendasi pertama adalah supaya pemerintah memastikan terwujudnya pemerataan mutu dan kemudahan mendapatkan akses pendidikan pada satuan pendidikan negeri dan swasta. Pemerintah harus memberikan dukungan peningkatan kompetensi SDM, anggaran, sarana-prasarana, dan daya dukung lainnya.

Ke-2, KPAI merekomendasikan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI untuk melakukan evaluasi dan revisi terkait Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru. Perubahan itu terutama pada substansi mengenai perspektif perlindungan anak, batasan umur, zonasi, domisili, jalur afirmasi untuk anak guru dan tenaga kependidikan, ketegasan sanksi pelanggaran, dan afirmasi untuk anak berkebutuhan khusus.

Rekomendasi ke-3, Kemendikbudristek perlu melakukan revisi Permendikbud No. 16 Tahun 2022 tentang standar proses, dengan mencantumkan jumlah siswa pada setiap rombongan belajar. Ke-4, Kemendikbudristek juga perlu melakukan revisi Permendikbud No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif pada peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus dan memiliki potensi kecerdasan dan atau istimewa. Utamanya pada standar layanan asesmen dan tanggung jawab biaya sebagai syarat mendapatkan layanan pendidikan.

Ke-5, KPAI merekomendasi Kementerian Agama RI perlu menjalin kerja sama dengan Kemendikbudristek untuk mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan, sarana-prasarana, dan mengatasi problem daya tampung siswa pada daerah tertentu. Ke-6, Kemenag perlu mendorong Kanwil Kemenag di tingkat provinsi untuk membuat petunjuk teknis turunan dari aturan PPDB yang dapat mengatur koordinasi dengan Dinas Pendidikan, pengendalian pungutan liar, dan praktik melanggar hukum lainnya.

Rekomendasi ke-7, KPAI menyatakan bahwa Kemendikbudristek dan Kemenag perlu menetapkan regulasi PPDB lebih awal dan disosialisasikan secara masif. Tujuannya supaya pemerintah daerah dan masyarakat mendapatkan informasi dan pemahaman layanan PPDB lebih awal.

“Rekomendasi ke delapan, pemerintah pusat harus melakukan pengawasan, memberikan sanksi dan hukuman atas pelanggaran pelaksanaan PPDB, antara lain pungutan liar, jual beli bangku, dan pemalsuan identitas,” ujar Jasra.

Rekomendasi KPAI untuk pemerintah daerah

Jasra mengatakan, KPAI juga memberikan rekomendasi untuk pemerintah daerah supaya pelaksanaan PPDB itu bisa diperbaiki pada pelaksanaan tahun depan. Rekomendasi pertama adalah supaya pemda bersama pemerintah pusat berupaya mewujudkan pemerataan mutu pendidikan, kompetensi SDM Guru dan Tenaga Kependidikan antara sekolah swasta dan negeri.

“Sehingga, hal itu akan mengubah pandangan masyarakat terhadap sekolah favorit dan non favorit,” ucap Jasra.

Rekomendasi ke-2, pemda perlu menyusun petunjuk teknis PPDB pada tingkat provinsi. Petunjuk teknis itu harus memastikan bahwa PPDB dilaksanakan secara daring penuh. Petunjuk teknisnya juga singkat, Jelas, dan mudah dipahami masyarakat, serta ada aturan verifikasi data kependudukan yang melibatkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Petunjuk teknis itu pun harus memuat bahwa prosedur penentuan zonasi melibatkan masyarakat terdekat dengan satuan pendidikan. Ada pula jalur afirmasi bagi anak disabilitas dengan diberikan layanan surat keterangan disabilitas secara gratis dengan cara bekerjasama dengan puskesmas atau rumah sakit setempat. Formulir pendaftaran PPDB bagi kelompok inklusi itu pun harus dengan format khusus yang dapat mengidentifikasi jenis kebutuhan khususnya.

Rekomendasi ke-3, sesuai Permendikbud No.1 Tahun 2021, pemda hanya boleh membuka Jalur Prestasi ketika ada sisa dari semua jalur seleksi PPDB. Ke-4, pemda memberikan jalur khusus untuk anak Guru dan Tenaga Kependidikan, sebagai bentuk penghargaan atas bakti pendidikan yang dilakukan.

Ke-5, pemda perlu menerbitkan regulasi yang memberikan perhatian khusus kepada pemenuhan hak penyandang disabilitas, khususnya akses informasi dan layanan pendidikan. Ke-6, pemda perlu mengalokasikan anggaran PPDB untuk dukungan sosialisasi, edukasi, peningkatan kompetensi SDM, dan layanan.

“Ke tujuh, pemerintah daerah melakukan pengawasan, memberikan sanksi dan hukuman atas pelanggaran pelaksanaan PPDB, antara lain pungutan liar, jual beli bangku, pemalsuan identitas, dan lainnya. Serta rekomendasi ke delapan, pemerintah daerah melakukan penindakan terhadap adanya penyelewengan dari regulasi PPDB yang dijalankan,” ucapnya.

Sistem PPDB sudah bagus, perlu masukan supaya adil

Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, yang hadir dalam Rakornas tersebut, PPDB berdasarkan zonasi adalah cara untuk menghilangkan praktek-praktek kastanisasi sekolah. Dengan begitu, siswa tidak berebut untuk dapat masuk sekolah favorit, serta bertujuan dalam mempercepat pemerataan kualitas pendidikan sesuai dengan SDGs.

“Dalam melakukan pembenahan pemerataan kualitas pendidikan, pemerintah daerah diharapkan dapat merespon pembenahan tersebut sehingga kualitas pendidikan dapat terjamin,” ucap Muhadjir, sesuai rilis terkait penyelenggaraan Rakornas.

Sistem PPDB yang sudah berjalan dinilainya sudah bagus. Namun, jika ada sistem yang lebih bagus dalam menyelesaikan masalah PPDB, ia berharap KPAI dapat memberikan masukan dalam rakornas tersebut supaya sistemnya semakin menciptakan rasa keadilan.

“Sekali lagi saya sarankan KPAI dapat memberikan masukan yang mendasar terutama terhadap kementerian teknis. Kalau memang masih ada masalah terhadap sistem yang sudah ada, maka PPDB dapat dikaji oleh KPAI dalam memberikan masukan di sektor pendidikan mengenai suksesnya kualitas pemerataan pendidikan,” tutupnya.

Pos terkait