Peneliti Pertanyakan Kebijakan Impor Beras Tiga Juta Ton

Foto/Ist

REDAKSI JAKARTA – Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Andri Perdana mengkritik kebijakan pemerintah yang kembali mengimpor beras 3 juta di 2024. Hal itu ia sampaikan dalam wawancara dengan RRI Pro 3, Sabtu (13/1/2024)

“Kapasitas produksi beras di Indonesia pada 2018-2023 seharusnya mencatatkan surplus, paling tidak di kisaran 1,5 juta ton hingga 2,5 juta ton. Jadi seharusnya kurangnya produksi yang tidak berimbang dengan pertumbuhan penduduk tidak bisa menjadi alasan untuk impor beras lagi,” kata Muhammad Andri Perdana.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi menyatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk menjadi salah satu alasan kenapa Indonesia masih mengimpor beras. Menurutnya, ada sekitar 4 juta-4,5 juta bayi yang lahir setiap tahun yang semuanya butuh makan beras.

Ia mengatakan pemerintah melalui Perum Bulog telah menandatangani kontrak impor beras sebesar 1 juta ton dari India. Jokowi juga bercerita dirinya berhasil mengamankan impor beras sebanyak 2 juta ton dari Thailand.

Bacaan Lainnya

Kesepakatan impor beras Thailand ini dicapai saat pertemuannya dengan Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin di KTT Asean-Jepang beberapa waktu lalu. Impor beras telah menjadi kebijakan pemerintah sejak lama dalam mengamankan kebuthan pangan dalam negeri.

Namun menurut Muhammad Andri Perdana, produksi beras Indonesia harusnya masih dalam fase surplus. “Masalahnya ada pada soal penyerapan produksi beras petani yang tidak efektif untuk memastikan stok cadangan beras pemerintah di Bulog stabil sepanjang tahun,” ucapnya menjelaskan.

Ia menyarankan Bulog seharusnya memaksimalkan penyerapan stok beras dari petani. Tentu dengan pertimbangan soal harga pembelian pemerintah (HPP) yang sesuai kondisi pasar, juga syarat kualitas beras oleh Bulog yang tidak memberatkan petani.

Pos terkait