Wakil Ketua KPAI Ajak Semua Pihak Mendukung Langkah Pemerintah Bentuk Satgas Anti Pornografi

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Dr. Jasra Putra.

REDAKSIJAKARTA.COM – Pemerintah gaspol perlindungan anak pasca lebaran, dengan bentuk satgas untuk berantas judi online dan pornografi. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo, Menkominfo dan Menkopolhukam yang ingin segera mengurangi anak anak terpapar pornografi dan judi online. Dengan mandat membentuk tim gugus tugas.

Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra mengajak semua pihak untuk mendukung langkah pemerintah.

“Memang ada situasi darurat tentang anak anak yang terpapar kedua isu tersebut. Karena tidak mungkin ya, bila pemerintah tidak intervensi total. Karena anak anak tidak bisa melindungi dirinya sendiri di ranah daring,” Kata Jasra dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/04/2024).

Karena kita ketahui, lanjut Jasra, energi anak yang sangat besar dalam tumbuh kembangnya, banyak tersalurkan di dunia digital.

Bacaan Lainnya

Menurut Jasra, Hanya seringkali kebutuhan anak yang krusial untuk menjemput tumbuh kenbangnya ini, dimanfaatkan pihak lain, dibelokkan pihak lain demi keuntungan pribadi dan kelangengan tali temali industri candu. Karena sebenarnya berbagai industri candu telah dibatasi dan di sepakati para pemegang kebijakan untuk dijauhkan dari anak.

“Tapi pada realitasnya kebijakan yang bagus itu, tidak serta merta menjauhkan, tapi semua produk itu sudah ditangan anak. Yang menjadi keberhasilan memanjangkan umur produk dengan menyasar umur anak, sebagai konsumen jangka panjang. Seperti produksi berbagai tontonan kekerasan, rokok, vape, miras, narkoba, judi online, game online, dan prostitusi,” ujar Jasra.

Jasra memaparkan, datanya sudah di ungkap pemerintah sangat besar ya, berbagai media belakangan mengungakapnya, sehingga butuh langkah cepat agar anak anak terlindungi di ranah daring.

“Anak anak seringkali menghadapi hambatan, kesulitan dalam memgembangkan bakat dan minatnya. Namun mereka memiliki harapan yang tinggi, bisa terfasilitasi. Hanya kita tahu, antara menjemput harapan dan kenyataan ini. Tidak selalu terfasilitasi baik, dari lingkungan terdekatnya. Sehingga anak anak banyak berpindah ke ranah daring,” tutur Jasra.

Sayangnya, kata Jasra, perlindungan anak anak di ranah daring menghadapi tantangan besar. Karena tidak mudah di intervensi. Meski ada pembatasan, agar anak terlidungi.

“Tapi pada kenyataannya sangat sulit ya. Karena belum ada alat yang bisa mendeteksi cepat, ketika kejahatan tali temali industry candu meng grooming anak melalui jaringan pribadinya. Yang kita tahu sangat professional dalam mengajak anak anak Indonesia, menjadi perilaku salah, menempatkan anak dalam perilaku salah, dan mengancamnya bila anak anak tersebut akan keluar,” tambahnya.

Karena apa yang diharapkan kita semua, lanjut Jasra, produk itu jauh dari jangkauan anak, ternyata sekarang semua sudah ditangan anak. Kasusnya sudah menggunung. Sehingga pemerintah penting lebih ketat melawan tali temali industri candu yang menyertakan anak.

Jasra melanjutkan, Mereka merasa bisa menjemput impian mereka dengan berbagai tawaran di industri candu yang mencoba memberi alternatif instant dalam menjawab kegelisahan mereka. Namun anak tidak memahami bahwa mereka sedang dimasukkan dalam perangkap yang akan membawanya dalam situasi yang sangat buruk.

“Hal inilah yang harus di edukasi dan ditanamkan secara rutin kepada anak Dengan memperhatikan psikologis dari tumbuh kembang mereka. Bahwa dampak pandemi tali temali industri candu. Tidak langsung terlihat tapi mematikan. Sehingga tidak mungkin memutusnya, kecuali pemerintah fokus sejak dini, dengan menjauhkannya dari jangkauan, bahkan keinginan orang tua sebenarnya memutusnya. Karena kalau sudah terlanjur mengkonsumsi industri candu, di dewasa nya akan sangat sulit di intervensi dan tidak bisa di tahan untuk tidak mengkonsumsi,” pungkasnya.

Sebelumnya, Rabu (27/3/2024) lalu, KPAI saat beraudiensi dengan Menkominfo, menyoroti 2 isu besar ini. Dan KPAI menyampaik data 3 tahun terakhir sejak 2021 sampai 2023, bahwa akibat 2 isu besar tersebut, ada 287 anak menjadi korban kejahatan pornografi, 194 anak sebagai korban perundungan di dunia maya, 60 anak menjadi korban penculikan, 16 anak menjadi korban perdagangan, 118 di ekesploitasi dengan motif ekonomi, 70 anak diperkerjakan, 115 anak di jebak dalam dunia prostitusi dengan secara langsung menjebak anak dan jaringan pribadi anak.

Pos terkait