Program Tapera Sedot Gaji Pekerja Rendahan, Ekonom: Tanda-tanda Negara Kesulitan Keuangan

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan.

REDAKSI JAKARTA – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mencium gelagat aneh terkait program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Bisa jadi, kata dia, brangkas negara semakin menipis. Sehingga perlu asupan dana besar untuk jaga-jaga defisit anggaran tidak melebar di masa depan.

“Apakah negara sudah kehabisan sumber pembiayaan utang untuk membiayai defisit APBN yang terus membengkak. Apakah dana Haji dan duit BPJS Ketenagakerjaan menipis digunakan untuk membeli surat utang negara (SUN), sekarang dibikin Tapera yang diplesetkan menjadi Tabungan Penderitaan Rakyat.” ungkap Anthony, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Ekonom senior yang dikenal kritis terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi ini, menyoroti PP 21/2024 tentang Perubahan PP 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Bacaan Lainnya

Di mana, pekerja atau buruh berpenghasilan pas-pasan dipaksa membayar iuran untuk program pembangunan perumahan yang digagas pemerintah.

Perlu dicatat, program Tapera berbeda dengan program Jaminan Sosial yang diatur dalam UU 1945, pasal 34 tentang Kesejahteraan Sosial.

“Pemerintah tidak bisa memaksa pekerja untuk menabung dengan alasan apapun, termasuk untuk perumahan rakyat. Artinya, program tapera jelas-jelas melanggar konstitusi,” ungkapnya.

Informasi saja, Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2024 tentang Tapera pada 20 Mei 2024.

Sontak, serikat pekerja dan pengusaha menolak beleid yang yang dihasilkan era Jokowi. Alasannya manusiawi, beban pungutan atas penghasilan mereka sudah besar. .

Dalam pasal 15 ayat 1 PP 21/2024 diatur besaran simpanan peserta ditetapkan 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

Sedangkan pada ayat 2 mentaur tentang besaran simpanan peserta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 untuk peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen, dan pekerja 2,5 persen.

Aturan ini, secara umum tidak hanya berlaku bagi pekerja swasta, tetapi juga untuk ASN, TNI dan Polri yang digaji langsung oleh negara.

Pos terkait