Tren Kemunduran Pendidikan di Era Pj Gubernur Heru Budi Hartono, Mahasiswa Terpaksa Berhenti Kuliah

Pj Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono. (Foto/Ist)

REDAKSI JAKARTA – Kebijakan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) di sektor pendidikan terus menuai kritik tajam. Tidak hanya melakukan pemecatan guru honorer di awal tahun ajaran baru, Pemprov DKJ juga telah memotong kuota beasiswa bagi mahasiswa asal Jakarta yang menerima Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).

“Kami sangat prihatin dengan kebijakan dari Pemprov DKJ yang terkesan tidak mengarusutamakan layanan dasar di bidang pendidikan. Padahal dengan kemampuan APBD yang begitu besar dibandingkan daerah lain, seharusnya Pemprov DKJ memprioritaskan pendidikan dalam kebijakannya,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, usai menerima mahasiswa korban pemotongan kuota KJMU yang didampingi Komunitas Genius di Ruang Fraksi PKB, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/7/2024).

Dalam keterangan tertulisnya, Syaiful Huda menjelaskan bahwa APBD Jakarta tahun ini mencapai Rp 81,7 triliun. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan APBD Jawa Barat sebesar Rp 36,7 triliun, APBD Jawa Timur Rp 28,1 triliun, dan APBD Jawa Tengah Rp 23,3 triliun.

“Dengan pendapatan asli daerah yang mencapai lebih dari Rp 71 triliun, seharusnya Pemprov Jakarta bisa memberikan perhatian lebih untuk layanan dasar, terutama pendidikan, sehingga menjadi benchmark bagi daerah lain,” katanya.

Bacaan Lainnya

Politis PKB ini pun menambahkan bahwa hanya di era Penjabat (Pj) Gubernur DKJ Heru Budi Hartono, terdapat tren kemunduran layanan pendidikan, termasuk pemotongan kuota bagi penerima KJMU. Masalahnya, penerima KJMU ini adalah mahasiswa dari kalangan tidak mampu.

“Dari apa yang disampaikan teman-teman tadi, banyak dari mereka yang tidak bisa melanjutkan kuliah karena beasiswa KJMU tidak dilanjutkan oleh Pemprov DKJ,” kata Huda.

Sementara itu, salah satu korban pemotongan kuota KJMU, Abdul Latif, mengaku ada keanehan terkait alasan Pemprov DKJ tidak melanjutkan beasiswa untuknya. Keluarganya dinilai mampu hanya karena rumahnya berlantai dua, padahal rumahnya terbuat dari kayu dan berdiri di tempat pengolahan sampah.

“Orang tua saya pengepul sampah dan harus mendirikan rumah tinggi agar tidak terdampak kotoran dan debu. Saat ini saya sudah semester IV dan tidak bisa melanjutkan kuliah karena tidak lagi menerima KJMU,” katanya.

Kebijakan ini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, yang menilai bahwa Pemprov DKJ perlu melakukan evaluasi dan mempertimbangkan kembali kebijakannya agar tidak merugikan masa depan generasi muda Jakarta. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang penting bagi pembangunan bangsa, dan seharusnya menjadi prioritas utama dalam alokasi anggaran daerah.

Pos terkait