Wasekjen Pemuda Tani: Tantangan Ketahanan Pangan di Tengah Krisis Global

REDAKSI JAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) Kesatria Muda Respublika (KMR) menggelar diskusi untuk merespons ketegangan situasi global yang saat ini membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah.

Ada kekhawatiran jika situasi global terus memburuk seperti itu, maka dapat berimplikasi pada ekonomi Indonesia.

Salah satu narasumber, yakni akademisi dari Universitas Paramadina Herdi Tri Nurwanto menjelaskan, bahwa terdapat sejarah panjang antara Bank Dunia dengan pemerintah mengenai situasi ekonomi Indonesia.

“Melemahnya rupiah hari ini disebabkan karena adanya double deficit, situasi serupa yang menyebabkan rezim Soeharto runtuh,” kata Herdi dalam FGD dengan tema “Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah terhadap Ketahanan Perekonomian Nasional” di Universitas Paramadina, Jumat (2/8) seperti dikutip Holopis.com.

Bacaan Lainnya

Herdi juga mengingingatkan terkait banyaknya produk China masuk ke Indonesia. Menurutnya, banjirnya produk asal negeri Tiongkok di Indonesia juga menyebabkan rentetan masalah industrial di dalam negeri.

“Seharusnya ada skala prioritas untuk melindungi industri-industri kita, tapi tidak mampu menghadapi tekanan itu,” paparnya.

Sebagai negara yang berdaulat secara ekonomi, Herdi menyebutkan bahwa seharusnya pemerintah melakukan tata kelola pemerintahan yang baik.

“Penegakan hukum, proses demokrasi yang baik, serta pembangunan ekonomi yang berkualitas dan inklusif agar ekonomi tidak merosot,” sambung Herdi.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan RI Wahyu Utomo, menuturkan dengan berbagai situasi global yang tidak pasti, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di angka 5%, lebih tinggi dari pertumbuhan global.

“Jika Indonesia bisa belajar ketahanan ekonomi dari berbagai gejolak politik dan situasi global yang tidak menentu sebelumnya, maka Indonesia bisa melakukan terobosan dan loncatan hebat,” kata Wahyu.

Berdasarkan data, Wahyu juga menyebutkan jika kemiskinan turun menjadi 9.03% dari 10% saat pandemi lalu, pengangguran turun dari 7% menjadi 4%, kesenjangan ekonomi juga ikut turun di 2024.

“Dari aspek kesejahteraan juga ada perbaikan, apakah cukup? Belum, masih perlu kita perbaiki,” jelasnya.

Selain itu, Wahyu pun mengungkapkan kondisi fiskal Indonesia perlu diukur dengan tiga klaster, yaitu likuiditas, vulnerabilitas, dan sustainabilitas.

“Ketiga hal tersebut dapat menggambarkan ketahanan fiskal Indonesia,” tukas Wahyu.

Sementara itu, Wasekjen Pemuda Tani Ananda Bahri Prayudha dalam paparannya mengatakan jika faktor yang mempengaruhi ekosistem ketahanan pangan meliputi perubahan iklim, biaya produksi, kebijakan pemerintah, akses teknologi, dan keberagaman hayati.

“Pendidikan masyarakat dan dukungan infrastruktur juga berperan penting dalam memastikan ketersediaan dan distribusi pangan yang berkelanjutan,” kata Ananda.

Menurut dia, krisis pangan global seringkali dipicu oleh perubahan iklim, bencana alam, virus, perubahan ekonomi dan geopolitik yang menyebabkan negara-negara berkembang rentan menghadapi kelangkaan pangan.

“Menelusuri jejak nilai tukar menunjukkan bahwa hubungan antara ekonomi dan ketahanan pangan sangat kompleks. Dengan kolaborasi dan inovasi, kita dapat mengatasi tantangan ini dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Ananda.

Masih dalam kesempatan yang sama, pengamat energi Iwan Bento Wijaya mengatakan bahwa perubahan nilai tukar dapat berpengaruh secara langsung terhadap perubahan harga barang dan jasa di dalam negeri dimana modal produksi barang dan jasa akan naik dan mempengaruhi harga jual barang dan jasa yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat, angka perekonomian negara dan meningkatkan angka inflasi.

Kebijakan moneter dan kebijakan ekosistem perekonomian sangat diperlukan sebagai instrumen negara dalam mengintervensi pasar untuk menjaga nilai tukar, daya beli masyarakat, serta menekan laju inflasi.

“Sektor migas, pangan, dan pupuk merupakan salah satu komoditas utama yang memiliki dampak strategis bagi perekonomian nasional, bila terjadi pelemahan terhadap rupiah maka subsidi menjadi salah satu instrumen negara dalam menjaga stabilitas perekonomian. Subsidi menjadi diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mewujudkan keadilan terhadap akses energi dan pangan,” papar Iwan.

Pos terkait