BEM UBK Soroti Pentingnya Oposisi dan Transparansi dalam Pemerintahan Prabowo Subianto

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Bung Karno.

REDAKSI JAKARTA – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Bung Karno menggelar konsolidasi yang dilaksanakan di kampus universitas Bung Karno tepatnya di bawah patung bung Karno yang menjadi ikon universitas tersebut.

Dalam konsolidasi tersebut BEM UBK mengangkat berbagai isu-isu yang sekarang sedang menarik perhatian masyarakat salah satunya terkuat dengan kurangnya oposisi pada pemerintahan yang akan datang.

Dalam situasi politik Indonesia yang semakin kompleks, muncul kekhawatiran terkait kurangnya oposisi pada pemerintahan yang akan datang dapat membuat keefektifan chack and balence menjadi terganggu.

Setelah pemilihan umum, berbagai pihak mulai mempertanyakan apakah oposisi yang kuat dan berfungsi sebagai pengawas kebijakan pemerintahan dapat tetap eksis, atau apakah kekuatan politik yang ada akan semakin terkooptasi. Kurangnya oposisi yang kuat membuka celah bagi potensi penyalahgunaan kekuasaan tanpa kontrol yang memadai, dan ini dapat mengakibatkan lemahnya akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan.

Bacaan Lainnya

Di sisi lain, problematika terkait akun media sosial milik wakil presiden, yang diduga terlibat dalam tindakan tercela, menambah daftar isu yang mencoreng wajah kepemimpinan. Tindakan ini mengancam kredibilitas lembaga eksekutif, serta memperkuat persepsi publik akan adanya elemen dalam pemerintahan yang kurang bersih dan tak etis.

Selain itu, muncul juga gerakan-gerakan yang menolak narasi keberlanjutan dari presiden terpilih. Narasi ini dianggap tidak mencerminkan keinginan rakyat yang mengharapkan perubahan signifikan dalam berbagai sektor, termasuk tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan bebas dari korupsi. Beberapa menteri dalam kabinet Prabowo yang terindikasi terlibat dalam kasus korupsi semakin memperkuat ketidakpercayaan publik terhadap komitmen pemerintahan untuk memberantas korupsi.

Penolakan juga meluas terhadap adanya pengaruh Presiden Jokowi dalam pemerintahan Prabowo. Bagi sebagian pihak, keberadaan elemen-elemen dari pemerintahan sebelumnya dalam kabinet baru ini dianggap sebagai sebuah kemunduran yang menghambat terciptanya perubahan yang sejati. Keinginan untuk lepas dari bayang-bayang pemerintahan Jokowi menjadi dorongan kuat bagi gerakan-gerakan penolakan tersebut.

Secara keseluruhan, dinamika politik ini menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo akan menghadapi berbagai tantangan serius, mulai dari isu integritas, akuntabilitas, hingga penolakan dari kelompok-kelompok yang menginginkan perubahan yang lebih tegas. Di tengah situasi yang demikian, peran oposisi menjadi semakin krusial untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan bahwa aspirasi rakyat tetap didengar.

Dalam konsolidasi tersebut BEM UBK mengemukakan poin-poin yang menjadi perhatian penting menjelang pelantikan presiden pada 20 Oktober yang akan yaitu:

1. Kurangnya oposisi dalam pemerintahan Prabowo Subianto

2. Problematika wakil presiden terpilih dari MK sampai akun Fufu Fafa

3. Menolak wakil presiden terpilih Gibran Raka Buming Raka dilantik sebagai wakil presiden

4. Menolak narasi keberlanjutan presiden terpilih Prabowo Subianto

5. Menolak calon menteri Prabowo Subianto yang terindikasi KKN

6. Menolak unsur presiden Jokowi Dodo masuk dalam pemerintahan Prabowo Subianto.

“Semoga Prabowo mampu mempertimbangkan semua isu kami kemukakan dalam konsilidasi yang telah kami lakukan khususnya terkuat dengan calon-calon menteri yang akan dilantik bebas dari indikasi KKN” ujar Ketua BEM Fisip yang akrab disapa Rahman tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh ketua BEM FH UBK Syahril Corebima bahwa “sikap mahasiswa hari ini adalah menolak Gibran Raka Buming Raka untuk dilantik sebagai wakil presiden, karena keterpilihan wakil presiden Gibran Raka Buming Raka sarat dengan problematika terkait legitimasi akan keterpilihannya”.

Harapan mahasiswa bahwa dengan isu-isu yang diangkat dapat menjadi perhatian semua kalangan mulai dari para petinggi negara, akademisi, dan masyarakat sipil dan kaum buruh tani dapat menjadi amigdala sosial pada berbagai problematika menjelang pelantikan presiden yang akan datang.

Pos terkait